Senin, Maret 08, 2010

Akbid Bhakti Asih Purwakarta












































Alat Alat Kesehatan

Akbid Bhakti Asih Purwakarta

LAPORAN KUNJUNGAN KAMPUNG BETAWI JAKARTA SELATAN
TANGGAL 25 FEBRUARI 2010

Laporan ini di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Ilmu Sosial Budaya Dasar ( ISBD )



Di susun oleh :

Kelompok 2

Kelas 1A

Ayunda Novitasari 044.175.09.006
Barkah 044.175.09.007
Cindy Sri Pertiwi 044.175.09.008
Citra Dewi 044.175.09.009
Dade Indriyani 044.175. 09.010


AKADEMI KEBIDANAN BHAKTI ASIH PURWAKARTA
2009/2010

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur sepantasnya kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan pencipta alam semesta. Karena atas berkat,rahmat dan hidayah-Nya, pada akhirnya kami dapat menyelesaikan dan menyusun Laporan Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Laporan ini kami buat sebagai hasil dari kegiatan praktek, adapun laporan ini berisikan tentang hasil wawancara kami dengan masyarakat kampung betawi, yang kami laksanakan pada tanggal 25 Pebruari 2010 selama satu hari. Dalam melakukan praktek lapangan ini serta dalam penyusunan laporannya kami mendapat banyak masukan dari berbagai pihak.Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami m,engucapkan terimakasih kepada:
1. Ketua yayasan Adhiguna Husada Purwakarta, beserta seluruh jajarannya.
2. Hj.Lilik Susilowati Am. Keb MKM., selaku direktur Akbid Bhakti Asih Purwakarta serta pembimbing praktek lapangan.
3. Lia Yulianti Am. Keb SKM., selaku Pudir 1 Akbid Bhakti Asih Purwakarta .
4. Hilma Fiyantimala,Am. Keb, selaku pembimbing kegiatan tersebut.
Yang telah memberikan arahan serta dukungan untuk membimbing kami sehingga dapat terselenggaranya kegiatan praktek secara lancar.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Tuan Rumah yang telah mengizinkan kami untuk menimba berbagai ilmu di tempat tersebut, dan terutama kami ucapkan terimakasih kepada orang tua kami yang selalu memberikan dukungan secara moril dan materil.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak sekali kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik, saran, serta koreksi dari pembaca, sangat diharapkan demi perbaikan serta pembenahan di masa yang akan datang.

Purwakarta,Februari 2010
Penyusun

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR IS

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan

BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Kebudayaan…………………………………………………..1
B. Sejarah suku Betawi………………………………………………………4
C. Kebudayaan Betawi………………………………………………………7
BAB III HASIL WAWANCARA
A. Hasil wawancara di kampung Betawi……………………………………22
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan hasil wawancara……………………………………25
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………….26
B. Saran ………………………………………………………………………26

DAFTAR PUSTAKA







Biodata Narasumber

Nama : MAEMUNAH
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : pedagang
Status : menikah
Kebangsaan : Indonesia
Alamat :Kampung betawi







BAB II
TINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.


4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
7. Francis Merill
• Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
• Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.

8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.


Kesimpulan
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Suku Betawi
Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan Tionghoa.


Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata "Batavia," yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda.
Sejarah
Diawali oleh orang Sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam Kerajaan Tarumanegara serta kemudian Pakuan Pajajaran. Selain orang Sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India.
Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi.
Asal mula disebut betawi
Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu.
Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong.
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.
Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional. Hal ini terjadi karena pada abad ke-6, kerajaan Sriwijaya menyerang pusat kerajaan Tarumanagara yang terletak di bagian utara Jakarta sehingga pengaruh bahasa Melayu sangat kuat disini.
Selain itu, perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis pada tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir musik keroncong.
Kebudayaan Betawi
Bahasa
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.
Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[1] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.
Seni dan kebudayaan
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong.
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an.
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.
Kepercayaan
Orang Betawi sebagian besar menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Profesi
Di Jakarta, orang Betawi sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.
Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah. Kampung Kemandoran di mana tanah tidak sesubur Kemanggisan. Mandor, bek, jagoan silat banyak di jumpai disana semisal Ji'ih teman seperjuangan Pitung dari Rawabelong. Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.
Warga Tebet aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena saat itu Ganefonya Bung Karno menyebabkan warga Betawi eksodus ke Tebet dan sekitarnya untuk "terpaksa" memuluskan pembuatan kompleks olahraga Gelora Bung Karno yang kita kenal sekarang ini. Karena asal-muasal bentukan etnis mereka adalah multikultur (orang Nusantara, Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis, dan lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara pandang bentukan etnis dan bauran etnis dasar masing-masing. Perilaku dan sifat.
Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit orang Betawi yang berhasil. Beberapa dari mereka adalah Muhammad Husni Thamrin, Benyamin Sueb, dan Fauzi Bowo yang menjadi Gubernur Jakarta saat ini .
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta.
Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri (baca : Jakarta). Namun tetap ada optimiPada dasarnya suku Betawi terbagi kepada tiga zona. Ada Betawi pinggir yang lokasinya membentang dari Depok sampai Parung, Kampung Melayu sampai Cikarang, dan Kebayoran Baru sampai Bintaro. Ada pula Betawi tengah yang wilayahnya berada di pusat kota yakni kawasan Gambir, Kwitang, Senen, Kemayoran, dan Sawah Besar. Sedangkan Betawi pesisir berada di pinggir pantai seperti Marunda, Tanjung Priok, dan Dadap. Makanya, jangan heran kalau masing-masing daerah mempunyai gaya rumah yang berbeda.

Selain itu rumah Betawi juga sarat dengan pengaruh budaya, baik budaya lokal maupun asing. Pengaruh budaya lokal, antara lain datang dari Jawa dan Sunda. Sentuhan budaya Jawa tampak dari bentuk joglo, sedangkan pengaruh budaya Sunda terlihat dari adanya bapang atau serondoy, yakni lipatan-lipatan seperti kebaya pada bagian atap rumah. Tidak ketinggalan pengaruh budaya Melayu yang tampak pada ornamen-ornamen lancip mirip tombak.

Sementara pengaruh budaya asing datang dari Eropa, Cina, dan Arab. Pengaruh kental Eropa terlihat pada jendela berukuran besar serta kuda-kuda penahan atap yang terbuat dari besi ukiran. Cina, walau pengaruhnya tidak begitu banyak, tetap saja ikut andil. Jika Anda pernah melihat rumah-rumah Betawi tempo dulu di daerah Kota, maka di bagian atasnya terdapat hiasan bermotif Cina yang disebut Tuokung. Itu adalah pengaruh budaya Cina. Sementara bangsa Arab pun tidak ketinggalan memberikan kontribusinya, dengan membuat rumah Betawi dilengkapi dengan dua pasang tiang utama. Filosofinya, Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan.

Rumah masyarakat Betawi ini sengaja dibangun hanya satu lantai. Tujuannya, menciptakan suasana kehangatan rumah dengan seisi penghuninya. Memang dengan bangunan yang hanya satu lantai ini membuat anak-anak lebih sering berkumpul satu dengan yang lainnya. Mungkin dampaknya agak berbeda bila bangunannya terdiri atas dua lantai.
Gaya Rumah Betawi
1. Rumah Kebaya
Ciri rumah tradisional khas Jakarta gampang dikenali, dari sisi atapnya saja sudah berbeda. Rumah dengan tipe kebaya ini mempunyai beberapa pasang atap, yang apabila dilihat dari samping tampak berlipat-lipat seperti lipatan kebaya. Arsitekturnya sendiri dibuat seperti tugu Monas yang terpotong bagian tugunya. Rumah ini melambangkan penduduk Jakarta yang terdiri dari berbagai suku bangsa.
Ruangan dalam tipe rumah Kebaya terbagi kepada beberapa ruangan, serambi depan atau disebut Paseban. Ruangan ini tertutup dengan dinding yang tcrbuat dari panil-panil yang dapat dibuka, atau dapat digeser ke samping. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan karakter ruangan yang lebiih luas lagi. Tujuannya, bila suatu waktu rumah ini digunakan acara selamatan atau hajatan sudah mampu mencukupi pengunjunnya.
2. Rumah Joglo
Selain rumah Kebaya, salah satu dari rumah tradisional Betawi yang terkenal adalah rumah Joglo. Tipe rumah ini sebenarnya mendapat pengaruh dari arsitektur dan kebudayaan Jawa. Rumah Joglo Betawi memiliki atap yang menjulang ke atas dan tumpul seperti atap rumah Joglo di Jawa. Struktur atapnya disusun oleh rangka kuda-kuda biasa, tidak mengenal batang-batang diagonal.

Rumah Joglo tidak memiliki pintu belakang dan kamar-kamar. Setiap bagian Rumah Joglo mempunyai fungsi masing-masing. Serambi belakang berfungsi untuk menerima tamu perempuan, sedangkan serambi depan untuk menerima tamu laki-laki. Pada rumah Joglo, pintu masuk terdapat di samping rumah. Rumah ini memberikan bentuk bujur sangkar apabila dilihat secara keseluruhan.sme dari masyarakat Betawi generasi mendatang yang justru akan menopang modernisasi tersebut.
amrah adalah salah satu budaya Betawi. Orkes samrah berasal dari Melayu sebagaimana tampak dari lagu-lagu yang dibawakan seperti lagu Burung Putih, Pulo Angsa Dua, Sirih Kuning, dan Cik Minah dengan corak Melayu, disamping lagu lagu khas Betawi, seperti Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang-lenggang Kangkung dan sebagainya. Tarian yang biasa di iringi orkes ini disebut Tari Samrah.

Gerak tariannya menunjukkan persamaan dengan umumnya tari Melayu yang mengutamakan langkah langkah dan lenggang lenggok berirama, ditambah dengan gerak-gerak pencak silat, seperti pukulan, tendangan, dan tangkisan yang diperhalus. Biasanya penari samrah turun berpasang-pasangan. Mereka menari diiringi nyanyian biduan yang melagukan pantun-pantun bertherna percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri seperti orang buruk rupa hina papa tidak punya apa-apa.
Tari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi Tempo Doloe. Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Tarian khas Tanggerang ini diwarnai budaya etnik China. Penarinya mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penarinya, yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat.

Sebagai pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.

Setelah itu mereka mengajak tamu untuk menari bersama,dengan mengalungkan selendang. pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia ikut menari maka mulailah mereka ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup luas. Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna.


Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan menyolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah Rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.
Gambang keromong (sering pula ditulis gambang kromong) adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat musik umum. Sebutan gambang keromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan keromong. Awal mula terbentuknya
orkes gambang keromong tidak lepas dari seorang pimpinan golongan Cina yang bernama Nie Hu-kong.

Bilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Keromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada yang digunakan dalam gambang keromong adalah tangga nada pentatonik Cina. Instrumen pada gambang keromong terdiri atas gong, gendang, suling, bonang, kecrek, dan rebab atau biola sebagai pembawa melodi.

Orkes ambang keromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek yaitu Tehyan, Kongahyan dan Sukong. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendarahaan lagu-lagunya. Di samping lagu-lagu yang menunjukan sifat pribumi seperti Jali-jali, Surilang, Persi, Balo-balo, Lenggang-lenggang Kangkung, Onde-onde, Gelatik Ngunguk dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya seperti Kong Jilok, Sipatmo, Phe Pantaw, Citnosa, Macuntay, Gutaypan, dan sebagainya.

Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang keromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai lawannya.

Gambang keromong merupakan musik Betawi yang paling merata penyebarannya di wilayah budaya Betawi, baik di wilayah DKI Jakarta sendiri maupun di daerah sekitarnya. Jika lebih banyak penduduk keturunan Cina dalam masyarakat Betawi setempat, lebih banyak pula terdapat grup-grup orkes gambang keromong. Di Jakarta Utara dan Jakarta Barat misalnya, lebih banyak jumlah grup gambang keromong dibandingkan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Dewasa ini juga terdapat istilah "gambang keromong kombinasi". Gambang keromong kombinasi adalah orkes gambang keromong yang alat-alatnya ditambah atau dikombinasikan dengan alat-alat musik Barat modern seperti gitar melodis, bas, gitar, organ, saksofon, drum dan sebagainya, yang mengakibatkan terjadinya perubahan dari laras pentatonik menjadi diatonik tanpa terasa mengganggu. Hal tersebut tidak mengurangi ke-khasan suara gambang keromong sendiri, dan lagu-lagu yang dimainkan berlangsung secara wajar dan tidak dipaksakan.


SENJATA TRADISIONAL BETAWI
Senjata merupakan alat kepanjangan tangan manusia dalam pembelaan diri, dalam setiap perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dan lingkungan alam. Oleh karenanya sering ditemukan kesamaan model senjata antara satu daerah dengan daerah lain yang letak geografisnya berdekatan. Tidak sedikit dari senjata-senjata itu berakar dari alat pertanian dan perkakas sehari-hari,

Proses asimilasi dan tranformasi kebudayaan pada suatu daerah, yang meski letak geografis saling berjauhan, memegang peranan yang cukup penting dalam perkembangan model senjata tradisional. Proses ini terjadi pada satu kebudayaan yang mempunyai karakter terbuka, seperti pada kebudayaan Melayu yang dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh kebudayaan India (abad 1M) dan Cina (abad 16 M).

Bagi masyarakat Betawi yang menurut arkeologi Uka Tjandrasasmita sebagai penduduk natif Sunda Kelapa (Monografi Jakarta Raya dan Sekitarnya Dari Zaman Prasejarah Hingga Kerajaan Pajajaran (1977), memiliki senjata tradisional yang belum terpengaruh kebudayaan asing sejak zaman Neolithikum atau zaman Batu Baru (3000-3500 tahun yang lalu). Hal ini dapat ditemukan pada bukti arkeologis di daerah Jakarta dan sekitarnya dimana terdapat aliran-aliran sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, Citarum pada tempat-tempat tertentu sudah didiami oleh masyarakat manusia.

Beberapa tempat yang diyakini itu berpenghuni manusia itu antara lain Cengkareng, Sunter, Cilincing, Kebon Sirih, Tanah Abang, Rawa Belong, Sukabumi, Kebon Nanas, Jatinegara, Cawang, Cililitan, Kramat Jati, Condet, Pasar Minggu, Pondok Gede, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Kelapa Dua, Cipete, Pasar Jumat, Karang Tengah, Ciputat, Pondok Cabe, Cipayung, dan Serpong. Jadi menyebar hampir di seluruh wilayah Jakarta.

Dari alat-alat yang ditemukan di situs-situs itu, seperti kapak, beliung, pahat, pacul yang sudah diumpam halus dan memakai gagang dari kayu, disimpulkan bahwa masyarakat manusia itu sudah mengenal pertanian (mungkin semacam perladangan) dan peternakan. Bahkan juga mungkin telah mengenal struktur organisasi kemasyarakatan yang teratur.

Senjata Tradisional Betawi Genre Awal

Rotan

Rotan adalah jenis senjata tradisional Betawi yang digunakan pada permainan Seni Ketangasan Ujungan, termasuk kategori senjata alat pemukul. Disinyalir dari Seni Ujungan inilah awal beladiri berkembang. Pada masa awal terbentuknya Seni Ketangkasan Ujungan, rotan yang digunakan mencapai panjang 70-100cm. Pada ujung rotan disisipkan benda-benda tajam seperti paku atau pecahan logam, yang difungsikan untuk melukai lawan.

Pada perkembangannya rotan yang digunakan hanya berkisar 70-80cm, selanjutnya paku dan pecahan logam di ujung rotanpun tidak lagi digunakan untuk pertandingan yang sifatnya hiburan, rotan jenis ini dipakai hanya ketika berperang menghadapi musuh sesungguhnya. Tubuh lawan yang menjadi sasaranpun dibatasi hanya sebatas pinggang ke bawah, utamanya tulang kering dan mata kaki.

Punta

Punta adalah senjata tajam jenis tusuk, dengan panjang sekitar 15-20cm. Senjata ini lebih berfungsi sebagai senjata pusaka yang menjadi simbol strata sosial pada waktu itu, karena senjata tajam ini tidak pernah digunakan untuk bertarung. Di Jawa Barat mungkin dikenal sebagai Kujang, namun Kujang lebih variatif dari segi bentuk dan motif ciung.

Beliung Gigi Gledek

Beliung adalah sejenis kapak dengan mata menyilang kearah gagang pegangan, umumnya digunakan sebagai perkakas untuk membuat kayu. Beliung Gigi Gledek merupakan jenis kapak dengan mata kapak terbuat dari batu, merupakan teknik pembuatan senjata sisa peninggalan zaman batu baru di Betawi yang masih tersisa antara abad 1-3M. Beberapa tokoh yang diketahui pernah menggunakan ini sebagai senjata andalannya adalah Batara Katong (Wak Item) dan Salihun pemimpin kelompok Si Pitung. Beliung digunakan Salihun sebagai sarana dalam melakukan aksi perampokan maupun pelarian dengan memanjat pagar tembok.

Cunrik (Keris Kecil Tusuk Konde)

Cunrik merupakan senjata tradisional para perempuan Betawi, biasa digunakan oleh para resi perempuan yang tidak ingin menonjolkan kekerasan dalam pembelaan dirinya, terbuat dari besi kuningan dengan panjang kurang dari 10cm. Salah seorang resi perempuan yang terkenal menggunakan cunrik ini adalah Buyut Nyai Dawit, pengarang Kitab Sanghyang Shikshakanda Ng Karesiyan (1518). Dimakamkan di Pager Resi Cibinong.


Senjata Tradisional Betawi yang dipakai dalam Maen pukulan

Kerakel (Kerak Keling) / Blangkas

Kerakel (Kerak Keling) merupakan jenis senjata pemukul, merupakan perkembangan dari senjata rotan Ujungan. Orang Betawi Rawa Belong lebih mengenalnya dengan sebutan Blangkas.

Batang pemukul pipih memiliki panjang lebih pendek dari rotan (40-60cm), terbuat dari hasil sisa pembakaran baja hitam (kerak keling) yang dicor. Ujung gagang lancip yang difungsikan juga sebagai alat penusuk. Pada gagang dibuat lebih ringan dengan bahan terbuat dari timah. Agar tidak licin para jawara zaman dulu melapisinya dengan kain. Sekilas bentuk Kerakel mirip dengan Kikir, sejenis perkakas yang difungsikan sebagai pengerut besi.

Pada akhir abad 17 orang-orang peranakan cina di luar kota memodifikasi kerakel menjadi sebuah bilah dengan dua mata tajam, di sebut Ji-Sau (Ji, berarti dua-Sau, berarti bilah). Seiring dengan perkembangan waktu, lidah masyarakat Betawi memetaforkan kata ji-sau menjadi pi-sau, sekalipun pi-sau hanya bermata satu.

Golok

Golok merupakan jenis senjata tajam masyarakat Melayu yang paling umum ditemukan, walaupun dengan penamaan yang berlainan berdasarkan daerahnya. Sebagian besar masyarakat di pulau Jawa sepakat menamakan senjata tajam jenis “bacok” ini dengan golok.

Pada masyarakat Betawi keberadaan golok sangat dipengaruhi kebudayaan Jawa Barat yang melingkupinya. Perbedaan diantara keduanya dapat dilihat dari model bentuk dan penamaannya, sedangkan kualitas dari kedua daerah ini memiliki kesamaan mengingat kerucut dari sumber pande besi masyarakat Betawi mengacu pada tempat-tempat Jawa Barat, seperti Ciomas di Banten dan Cibatu di Sukabumi.

Golok Gobang

Golok Gobang, adalah golok yang berbahan tembaga, dengan bentuk yang pendek. Panjang tidak lebih dari panjang lengan (sekitar 30cm) dan diameter 7cm. Bentuk Golok Gobang yang pada ujung (rata) dan perut melengkung ke arah punggung golok, murni digunakan sebagai senjata bacok. Di Jawa Barat model Golok Gobang ini dinamakan Golok Candung. Bentuk gagang pegangan umumnya tidak menggunakan motif ukiran hewan, hanya melengkung polos terbuat dari kayu rengas. Masyarakat Betawi tengah menyebutnya dengan istilah “Gagang Jantuk”.

Bilah golok gobang polos tanpa pamor atau wafak yang umum dipakai sebagai golok para jawara, dengan diameter 6cm yang tampak lebih lebar dari golok lainnya

Golok Ujung Turun

Golok jenis ini adalah golok tanding dengan ujung yang lancip, panjang bilah sekitar 40cm, dengan diameter 5-6cm. Umumnya golok Ujung Turun ini menggunakan wafak pada bilah dan motif ukiran hewan pada gagangnya. Gagang dan warangka golok lebih sering menggunakan tanduk, hal ini dimaksudkan sebagai sarana mengurangi beban golok ketika bertarung. Di Jawa Barat golok jenis ini merupakan perpaduan antara jenis Salam Nunggal dan Mamancungan.

Golok Betok & Badik Badik

Golok Betok adalah golok pendek yang difungsikan sebagai senjata pusaka yang menyertai Golok Jawara, begitupun Badik Badik yang berfungsi hanya sebagai pisau serut pengasah Golok Jawara. Kedua senjata tajam ini digunakan paling terakhir manakala sudah tidak ada senjata lagi di tangan.

Siku

Orang Betawi menyebutnya sebagai Siku, karena bentuknya yang terdiri dari dua batang besi baja yang saling menyiku atau menyilang. Ujung tajam menghadap ke lawan. Dalam setiap permainan siku selalu digunakan berpasangan. Dalam istilah lain senjata tajam jenis ini disebut Cabang atau Trisula.

Pernikahan
Pada hari pesta pernikahan, baik pengantin pria maupun pengantin wanita, mengenakan pakaian kebesaran pengantin dan dihias. Dari gaya pakaian pengantin Betawi, ada dua budaya asing yang melekat dalam prosesi pernikahan. Pengantin pria dipengaruhi budaya Arab. Sedangkan busana pengantin wanita dipengaruhi adat Tionghoa. Demikian pula dengan musik yang meramaikan pesta pernikahan.

BAB III
HASIL WAWANCARA
Pada tanggal 25 februari 2010, kami mewawancarai tentang kebudayaan BETAWI dengan narasumber kami yang bernama ibu “ MAI ”. Ibu Mai adalah salah satu masyarakat asli betawi yang tinggal di kampung betawi tersebut.Menurut ibu Mai, Masyarakat betawi sangat percaya dengan profesi bidan di kampung mereka karna menurut mereka bidan di kampungnya sangat professional dan sangat peduli akan kesehatan masyarakat, dan di kampung betawi tersebut tidak ada adanya dukun beranak ( paraji ) karena mereka sudah sangat percaya akan kinerja bidan-bidan di kampung betawi itu.
Bidan di kampung betawi cukup banyak,tapi hanya beberapa bidan yang mereka akui baik dan mereka percaya, peran-peran bidan menurut beliau sangat penting,karna masyarakat disana melahirkan di bidan. Sampai saat ini tidak ada kematian ibu dan bayi di kampung betawi ini. Adapun adat-adat di kampumpung betawi ini yang masih di anut,salah satunya acara 7 bulanan yang acaranya hampir sama seperti di adat sunda seperti membuat rujak dengan 7 macam buah-buahan yang di bagikan ke tetangga,adapun pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh seorang wanita yang sedang hamil seperti,tidak boleh keluar malem-malem karna takut makhluk halus mengganggu,tidk boleh makan terong karna ditakutkan anaknya letoy/lembek,tidak boleh minum air es ditakutkan bayinya besar,tidak boleh membunuh binatang-binatang dll. Adapun istiadat-istiadat yang sampai sekarang di anut seperti,untuk laki-laki menggunakan sabuk di pinggangnya. Adapun di kampung betawi tersebut memiliki rumah-rumah adat seperti terdapat bunga melati di depan rumah yang menunjukan penghuni rumah ramah dan baik,adapun makanan-makanan ciri khas betawi seperti dodol,tape,bir peletok,dan lalin-lain.
Seiring dengan kemajuan IPTEK ilmu pengetahuan, cara, dan berbagai adatpun menjadi salah satu upaya dalam menurunkan angka KIA di berbagai daerah bidan sangat dibutuhkan dalam penanganan kehamilan, persalinan, dan nifas. Karena bidan merupakan tenaga kesehatan yang diakui.

Berdasarkan hasil wawancara kami dengan salah satu warga dari suku betawi asli, yaitu : Ibu Mai, beliau adalah warga suku betawi asli. Kami menggali pertanyaan dengan ruang lingkup Peran fungsi bidan di desa atau dikampung betawi tersebut. Sesuai dengan oerkembangan zaman dan kemajuan iptek masyarakat betawi didesa tersebut lebih mempercayakan penanganan kehamilan, persalinan, dan nifas kepada bidan. Dengan alasan bahwa bidan merupakan tenaga kesehatan yang diakui oleh pemerintah serta mempunyai pengetahuan yang khusus dan logis mengenai ruang lingkup kebidanan dibandingkan dengan dukun beranak.
Jadi, masyarakat kampung betawi lebih dominan ke bidan dibandingkan ke dukun beranak, bahkan dikampung betawi tersebut saat ini sudah tidak ada dukun beranak. Masyarakat betawi pada umumnya mengikuti program KB, baik melalui pil, maupun suntik. Mereka sangat bangga terhadap pelayanan bidan didesa tersebut. Ketika kami bertanya “apakah pernah ada kasus kematian ibu dan anak didesa ini ?” Ibu Mei pun menjawab “tidak pernah”. Dengan alasan, jika ditemukan kesulitan dalam persalinan atau ditemukan masalah komplikasi dalam kehamilan, bidan didesa tersebut langsung merujuknya ke rumah sakit.
Kepedulian asyarakat betawi terhadap kesehatan sangat tinggi, maka dari itu mereka sangat mendukung program posyandudan penyuluhan didesa tersebut. Posyandu didesa tersebut diadakan setiap satu bulan sekali, tak hanya posyandu ada juga penyuluhan-penyuluhan seperti imunisasi, penyuluhan kesehatan remaja dan lain-lain.
Untuk masalah kesehatan, dikampung betawi ini banyak yang terkena penyakit seperti DBD, diare dan lain-lain. Dan banyak warga didesa tersebut yang meninggal karena DBD, yang disebabkan lambatnya penanganan dan pengobatan yang dilakukan, tak hanya itu masyarakat betawi pada umumnya juga Perokok. Sehingga banyak diantara mereka yang terkena penyakit jantung, paru-paru, dan lain-lain. Masyarakat betawi yang berada didesa tersebut sangat memperhatikan lingkungan, mereka selalu mengadakan OPSI atau kerja bakti setiap seminggu sekali. Pada umunya masyarakat betawi didesa tersebut bermata pencaharian sebagai pedagang, dan banyak pula yang mendapatkan modal usaha dari pemerintah daerah. Masyarakat dikampung betawi tersebut pada umumnya orang betawi asli, masyarakatnya pun sangat menjaga kebudayaan asli terebut, dan sampai saat ini kebudayaan itu masih sangat terjaga dan dianut oleh mereka. Mereka berusaha memotivasi para pemudanya untuk tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan betawi tersebut, mereka tetap mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan kebudayaan betawi yang mereka miliki






BAB IV
PEMBAHASAN HASIL OBSERVASI

Berdasarkan teori yang telah kita pelajari diatas,bahwa kebudayaan betawi memiliki berbagai keunikan, diantaranya pada arsitektur bentuk bangunan rumahnya, dialek bahasa dan adat istiadatnya. Tetapi, setelah kami observasi kelapangan untuk meninjau teori tersebut pada kenyataannya sekarang ini masyarakat di kampung betawi sudah mulai modern. Contohnya, dari segi bangunan rumahnya pada saat ini arsitekturnya sudah modern tanpa menghilangkan corak kebudayaan betawi sendiri, mereka memadukan unsur modern dengan corak kebudayaan itu sendiri.
Penduduk yang tinggal disana tidak semuanya penduduk yang berasal dari suku betawi asli, tetapi banyak juga penduduk pendatang yang berasal dari luar suku betawi, seperti yang berasal dari suku padang, jawa, sunda dll. Bahasa yang mereka gunakan sehari-hari masih menggunakan bahasa betawi, dan mereka masih menjaga adat istiadat suku betawi, contohnya dalam acara pernikahan / khitanan, mereka masih menggunakan budayanya seperti memeriahkannya dengan petasan dan roti buaya sebagai makanan khasnya.
Masyarakat betawi memiliki solidaritas dan kepedulian dalam menjaga kebudayaannya hingga saat ini, ,mereka tetap mengikuti perkembangan zaman dan modernisasi tanpa menghilangkan corak /ciri khas dari kebudayaan betawi yang mereka miliki.


PENUTUP
A. Kesimpulan
Suku betawi merupakan salah satu keanekaragaman dari berbagai macam suku bangsa di Indonesia,yang mempunyai berbagai macam adat istiadat dan kebudayaan yang khas,yang sampai saat ini mereka anut,masyarakat yang berada di kampung betawi pada umumnya memeluk agama islam,suku betawi juga memiliki adat istiadat tertentu seperti arsitektur bangunannya, makanan khas,tarian,dan lain-lain.suku penduduk Jakarta.pada umumnya sebagian besar masyarakat betawi bermata pencarian sebagai pedagang. Kepedulian mereka terhadap lingkungan kesehatan sangat tinggi dan rasa solidaritas dan kerjasama mereka sangat kuat. Masyarakat betawi sangat percaya terhadap kinerja bidan di bandingkan dukun beranak dalam menangani persalinan.di kampung betawi setiap satu minggu sekali di adakan gotong royong membersihkan kampung mereka,dan setiap satu bulan sekali diadakan penyuluhan-penyuluhan,sebagian besar masyarakat kampung betawi mengikuti program KB,dan sampai saat ini tidak pernah ditemukan kasus kematian ibu dan anak oleh bidan yang terjadi di desa tersebut.
B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan,kami mengharapkan bahwa observasi kebudayaan tidak hanya dilaksanakan ke kampung betawi saja, tetapi juga kita melaksanakan observasi diluar kebudayaan betawi, agar kita mengenal lebih banyak kebudayaan yang ada di Indonesia.
2. Bagi Masyarakat setempat, Agar tetap menjaga kebudayaannya supaya tidak punah dan tetap menjadi cerminan dari salah satu keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia.
3. Bagi mahasiswi,agar lebih bisa menghargai kebudayaan yang berada di Indonesia, dan ikut melestrikannya.


















DAFTAR PUSTAKA
Admin ( 2009 ). Sejarah Kampung Betawi.Computer Writing
Syafrudin, SKM, Mkes. Ilmu sosial budaya dasar